PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMILIK KAPAL PERIKANAN YANG TIDAK MEMILIKI SURAT IZIN KAPAL DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

Autor(s): Anri Yana

Sari

Anri Yana

Fakultas Hukum Universitas Balikpapan

Jl. Pupuk Kelurahan Gunung Bahagia

[email protected]/0813439317

 

ABSTARACT

Alasan pemilihan judul yaitu peneliti berkeinginan untuk mengetahui lebih bagaimana penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikanan yang tidak memiliki surat izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara, sesuai dengan Pasal 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penegakan hukum terkait pemilik kapal yang tidak memiliki surat izin kapal. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikanan yang tidak memiliki surat izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara, serta faktor-faktor apa sajakah yang menjadi kendala dalam penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikan yang tidak memiliki surat izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Metode peneitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis empiris, yang berarti bahwa dalam menganalisa permasalahan hukum didasarkan pada asas-asas hukum serta kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Dalam melakukan penelitian ini penulis juga di dukung dengan melakukan wawancara langsung terkait dengan masalah yang sedang diteliti.

Hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikanan yang tidak memiliki surat izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara, dapat dilakukan dengan cara melakukan penegakan hukum secara preventif dan represif, preventif yang dimaksud yaitu memberikan sosialisasi dan melakukan pengawasan sementara secara refresif yaitu melakukan penindakan dengan cara memberikan teguran serta melakukan pembinaan dan pencatatan atas pelanggaran. Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikanan yang tidak memiliki izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara, antara lain adalah faktor substansi hukum, faktor penegakan hukum, faktor sarana dan prasarana, kurangnya kesadaran masyarakat, dan faktor kebudayaan.

Saran bagi penelitian terkait surat izin kapal yaitu perlu adanya upaya pemerintah agar lebih serius untuk menindak lanjuti mengenai surat izin kapal dengan melakukan sosialisasi kepada masyrakat. sehingga masyarakat akan lebih mudah melakukan aktifitas dilaut.

 

Kata kunci : Penegakan Hukum, Kapal Perikanan, Surat Izin Kapal


  BAB I

I. PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia yang diapit antara dua benua yaitu benua Asia-Australia dan diapit antara dua Samudra Indonesia-Pasifik. Indonesia terdiri dari 17.508 pulau, garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km2 (0,3 juta km2 perairan territorial 2,8 juta km2 perairan nusantara), atau dengan kata lain luas wilayah laut indonesia mencapai 80 % dari luas daratan. Wilayah perairan yang luas tersebut mempunyai kekayaan bawah laut dan mengandung banyak sumber daya ikan yang potensial. Kekayaan laut tersebut tidak akan habis apabila dimanfaatkan dengan baikuntuk kepentingan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sebagian besar penduduk Indonesia merupakan penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan, mengingat Indonesia merupakan Negara Kepulauan terbesar di Benua Asia, karena itu kesadaran bersama untuk selalu menjaga keterseimbangan ekosistem laut sangat dibutuhkan terutama bagi para nelayan.[1] Kabupaten Penajam Paser Utara, merupakan kabupaten yang terbentuk secara yuridis formal berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002, tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten Penajam Paser Utara memiliki 4 kecamatan, yakni Kecamatan Penajam, Kecamatan Waru, Kecamatan Babulu dan Kecamatan Sepaku. Total luas daerah Kabupaten Penajam Paser Utara ialah 3.333,06 km2, memiliki sumber daya alam yang cukup banyak dan beragam. Adapun salah satu sektor sumber daya alam yang cukup menjadi andalan ialah sektor perikanan dan kelautan. Kabupaten Penajam Paser Utara memiliki luas wilayah laut sebesar 272,24 km2, sehingga dapat dikatakan Kabupaten Penajam Paser Utara kaya akan potensi kemaritiman yang bisa diandalkan.[2] Dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki menjadikan penduduk Kabupaten Penajam Paser Utara cukup banyak berprofesi sebagai nelayan baik nelayan tradisional maupun modern. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Penajam Paser Utara pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2018, adapun jumlah nelayan sebanyak 4.022 orang yang tergabung dalam 245 Kelompok Usaha Bersama (KUB). Adapun data hasil produksi tangkapan yang diperoleh sebesar 4.463,2 Ton, sedangkan jumlah perahu/kapal penangkapan menurut jenis ukuran yaitu 3.691, dan yang telah memiliki surat izin maupun yang saat ini terdata di Dinas Perikanan dan Kelautan  Kabupaten Penajam Paser Utara berjumlah 400 kapal.[3]

Permasalahan yang timbul hingga saat ini ialah cukup banyaknya kapal-kapal yang belum memiliki izin-izin administratif untuk melakukan penangkapan ikan, data yang berhasil dihimpun melalui dinas perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara masih terdapat 46% yang belum melengkapi  surat-surat. Pentingnya pengurusan surat-surat kapal tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.27/MEN/2009 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan, Pasal 2 menyebutkan bahwa “kapal perikanan milik orang atau badan hukum Indonesia yang dioperasikan untuk kegiatan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan atau laut lepas wajib didaftarkan sebagai kapal-kapal perikanan Indonesia”.

Adapun Undang-undang yang mengatur dalam hal perizinan  perikanan ialah Undang-Undang  Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, di mana dalam Pasal 36 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Kapal perikanan milik orang Indonesia yang dioprasikan di wilayah pengolaan perikanan Republik Indonesia wajib didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan indonesia” dan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009  menyebutkan bahwa “Pendaftaran kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen yang berupa :

a. Bukti kepemilikan

b. Identitas pemilik

c. Surat ukur

Selanjutnya Pasal 37 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 menyebutkan bahwa “Setiap kapal perikanan Indonesia diberi tanda pengenal kapal perikanan berupa tanda selar, tanda daerah penangkapan ikan, tanda jalur penangkapan ikan, dan atau tanda alat penangkapan ikan”.[4]Surat-surat kapal tersebut diantaranya surat ukur kapal atau certificate of tonnage and measurement yaitu satu sertifikat kapal yang didapatkan sesudah diselenggarakan pengukuran pada kapal oleh juru ukur serta lembaga pemerintahan yang berwenang, yang disebut sertifikat pengesahan serta ukuran-ukuran serta tonase kapal menurut ketetapan yang berlaku. Adapun dinas yang menerbitkan surat-surat kapal tersebut yaitu Dinas Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara dengan kriteria kapal dibawah 10 gross tonage (GT). Dalam hal ini peran Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara sangat penting dalam memberikan sosialisasi mengenai manfaat dari kepemilikan surat-surat kapal tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membahasnya lebih jauh ke dalam proposal yang berjudul “Penegakan Hukum Terhadap Pemilik Kapal Perikanan Yang Tidak Memiliki Surat Izin Kapal Di Kabupaten Penajam Paser Utara”.

 

 

 

 

 

B. Rumusan Masalah

      Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan usulan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimanakah penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikanan yang tidak memiliki surat izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara ?

 

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penilitian ini adalah metode penilitian yuridis empiris. Empiris yaitu suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artiannya dan peneliti bagaimana bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat, dikarenakan dalam penelitian ini meliputi orang dalam hubungan hidup dimasyarakat maka metode penelitian hukum empiris dapat dikatakan sebagai penelitian sosiologis, dapat dikatakan bahwa penelitian  hukum yang di ambi dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.

  1. Sumber Data
  2. Data primer

Data tersebut diperoleh melalui penelitian lapangan (primer search) dengan cara wawancara. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari pihak responding dan narasumber tentang subjek yang akan diteliti memalui wawancara tanya jawab. Teknik wawancara yang digunakan bebas terpimpin, dimana pertanyaan-pertanyaan telah dipersiapkan terlebih dahulu sebagai pedoman bagi responden, akan tetapi dimungkinkan timbul pertanyaan lain yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat berlangsungnya wawancara.

  1. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah hasil studi dokumentasi dan kepustakaan yang diperoleh dari perpustakaan yaitu data yang diperoleh dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data yang sudah terdokumentasi dalam bentuk bahan-bahan hukum maupun non-hukum. Bahan-bahan hukum terdiri dari bahan primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan non-hukum merupakan data sekunder yang diperlukan untuk mendukung dalam penelitian yaitu bahan-bahan lain yang berkaitan dengan judul penelitian, yaitu yang telah ada dalam masyarakat dan lembaga tertentu. Termasuk dalam kelompok ini adalah dokumentasi, peraturan-peraturan pemerintah, dan lain-lain.

  1. Data Tersier

Data tersier berupa bahan bacaan lain berupa karya ilmiah, literatur-literatur, hasil penelitian yang akan berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam penelitian ini. Untuk memperoleh data primer yang ingin diperoleh adalah berupah pendapat atau informasi dari pihak-pihak yang sangat menentukan terjadinya alih ilmu pengetahuan, serta apa hambatan yang menjadi kendala dan saran yang mendukung terlaksananya alhi ilmu pengetahuan.

  1. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini bertitik tolak pada data sekunder, maka proses pertama yang dilakukan penulis adalah pengumpulan data yaitu dengan cara mengadakan telaan bahan pustaka dan studi dokumen. Bahan pustaka dan dokumen yang diteliti barkaitan dengan larangan penggunaan beberapa jenis alat tangkap. Disamping itu juga dilakukan studi lapangan melalui serangkaian wawancara pada instansi terkait.

Wawancara dilaksanakan setelah melakukan inventarisasi permasalahan secara lebih konkrit, yang berkaitan dengan literature-literature atau peraturan perundang-undangan khususnya dibidang perikanan maupun faktor-faktor lainnya, untuk selanjutnya memperoleh data sebanyak-banyaknya mengenai sumber maupun informasi, yang relevan dengan pokok permasalahan dan penelitian.

  1. Analisis Data

Analisis data melalui identifikasi fakta yaitu proses menentukan bahwa rangkaian fakta yang terdapat dalam bahan-bahan hukum yang dapat dijadikan sumber dalam penelitian dengan penguraian secara diskriptif  kualitatif. Agar penelitian ini tidak hanya menggambarkan data-data semata, tetapi juga mengungkapkan realitas mengenai pemilik kapal perikanan yang tidak memiliki surat izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara serta faktor-faktor yang mempengaruhi pertanggungjawaban hukum apabila masih terdapat kapal nelayan perikanan yang tidak melengkapi surat izin kapal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Proses untuk mendeskripsikan secara sistematis data sebagai proses pem berian jawaban atas pertanyaan rumusan masalah yang telah dijelaskan pada poin rumusan masalah diatas dan menjadi salah satu dasar mengapa penelitian ini merupakan penelitian yang cukup layak untuk dikaji dan dilakukan pembahasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

D. Tinjauan Pustaka

 

  1. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum ialah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka usaha pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik yang bersifat penindakan secara teknis maupun administratif yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum, sehingga dapat tercipta suasana aman, damai dan tertib demi untuk pemantapan kepastian hukum dalam masyarakat.

Penegakan hukum adalah sebuah tugas. Tugas yang diemban oleh aparat penegak hukum dan karena tugas, seperti dikatakan Kant, merupakan “kewajiban kategoris”, ”kewajiban mutlak”. Disini tidak mengenal istilah “dengan syarat”. Tugas adalah tugas, wajib dilaksanakan[5]

Penegakan hukum adalah suatu proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai dengan pedoman prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara Penegakan hukum itu sendiri adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan, yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum disini adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum itu[6].

2. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Faktor faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut SoerjonoSoekanto adalah[7]

  1. Faktor Hukum

Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement, namun juga peacemaintenance, karena penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian.

  1. Faktor Penegakan Hukum

Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hokum

3.  Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun di sadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas dan banyak.

4. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

  1. Faktor Kebudayaan

Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

  1. Tinjauan Umum tentang Pertanggungjawaban Hukum
    1. Pengertian PertanggungJawaban Hukum

Tanggung jawab hukum bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak dan atau melaksanakan kewajibannya, dimana setiap orang pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggungjawaban, demikian pula dengan pelaksanaan kekuasaan.[8]

Pada pertanggungjawaban hukum dalam arti tanggung jawab individual dan kolektif ada perbedaan terminologis antara kewajiban hukum dan pertanggungjawaban hukum diperlukan ketika sanksi tidak hanya dikenakan terhadap deliquent, tetapi juga terhadap individu yang secara hukum terkait dengannya. Hubungan tersebut ditentukan oleh aturan hukum. [9]

Ada dua istilah yang menunjukkan pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responbility.Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjukkan hampir semua karakter resiko atau tanggung jawab yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Sedangkan responbility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjukkan pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan responbility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.[10]

  1. Teori Pertanggungjawaban Hukum

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum menyatakan bahwa :“seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan”.[11] Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa: [12] “Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence), dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan”.

  Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggungjawab terdiri dari :[13]

1)        Pertanggungjawaban individu yaitu seseorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukan sendiri

2)        Pertanggungjawaban kolektif yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain

3)        Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan   kerugian.

4)        Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

  1. Pengertian Nelayan

 

Pengertian nelayan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang atau masyarakat yang mata pencarian utamanya adalah menangkap ikan. Sedangkan menurut Pasal 1  Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan (Standar Statistik Perikanan) adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air. Nelayan (FAO-TGRF) adalah orang yang turut mengambil bagian dalam penangkapan ikan dari suatu kapal penangkap ikan, dari anjungan (alat menetap atau alat apung lainnya) atau dari pantai. [14] Sesungguhnya tidaklah mudah mendefinisikan nelayan dengan berbagai keterbatasannya yaitu apakah berdasarkan pekerjaan, tempat tinggal, maupun status pekerjaan. Nelayan dapat didefinisikan sebagai orang atau komunitas orang yang secara keseluruhan atau sebahagian dari hidupnya tergantung dari kegiatan menangkap ikan. Dikatakan sebagai nelayan adalah Orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan), sebagai mata pencaharian. Nelayan bukanlah suatu identitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa kelompok.

  1. Klafikasi Nelayan Berdasarkan Segi Pemilikan Alat Tangkap :

1)        Nelayan buruh

Merupakan nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.

2)        Nelayan Juragan

Merupakan nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain.

3)        Nelayan Per-Orangan

Merupakan nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

  1. Klafikasi Nelayan Berdasarkan Statistik Perikanan:

1)        Nelayan penuh

Nelayan tipe ini hanya memiliki satu mata pencaharian, yaitu menjadi nelayan.Hanya menggantungkan hidupnya dengan profesi kerjanya menjadi nelayan serta tidak mempunyai pekerjaan dan keahlian selain menjadi seseorang nelayan.

2)        Nelayan Sambilan Utama

Nelayan tipe ini mereka berakibat nelayan menjadi profesi utama tetapi mempunyai pekerjaan lainnya buat tambahan penghasilan. Apabila sebagian besar pendapatan seseorang dari aktivitas pengkapan ikan dia diklaim menjadi nelayan.

3)        Nelayan Sambilan Tambahan

Nelayan tipe ini biasanya mempunyai pekerjaan lain menjadi asal penghasilan, sedangkan pekerjaan menjadi nelayan hanya buat tambahan penghasilan.

  1. Klafikasi Kelompok Nelayan Berdasarkan Kepemilikan Wahana Penangkapan Ikan

1)        Nelayan Penggarap

Nelayan penggarap ialah orang yang menjadi kesatuan menyediakan tenaganya turut dan dalam perjuangan penangkapan ikan laut, bekerja menggunakan wahana penangkapan ikan milik orang lain.

2)        Juragan Atau Pemilik

Orang atau badan aturan yang menggunakan hak apapun berkuasa atau memiliki atas sesuatau kapal atau perahu dan indera alat penagkapan ikan yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan, yang dioprasikan oleh orang lain. Jika pemilik tidak melaut maka dianggap juragan atau pengusaha, jika pemilik sekaligus bekerja melaut mengkap ikan maka dapat diklaim menjadi nelayan yang sekaligus pemilik kapal.

 

E. PEMBAHASAN

1. Penegakan Hukum Terhadap Pemilik Kapal Perikanan Yang Tidak Memiliki

Surat Izin Kapal Di Kabupaten Penajam Paser Utara

a. Tofografi Kabupaten Penajam Paser Utara

Kabupaten Penajam Paser Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten Penajam Paser Utara terletak antara 00o48’29” - 01o36’37” Lintang Selatan dan 116o19’30” - 116o56’35” Bujur Timur. Posisi Kabupaten Penajam Paser Utara sangat strategis sebagai pintu gerbang transportasi laut dan transportasi darat menuju Provinsi Kalimantan Selatan serta merupakan jalur pergerakan barang dan jasa lintas Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Penajam Paser Utara memiliki batas-batas administrasi dengan kabupaten/kota sebagai berikut :

  1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara;
  2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Balikpapan dan Selat Makassar;
  3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Paser dan Selat Makassar;
  4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Paser dan Kabupaten Kutai Barat

 

               Gambar 1. Peta  Batas wilayah kabupaten Penajam Paser Utara

Secara administratif luas wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara adalah 3.333,06 Km2, terdiri dari 3.060,82 Km2 luas darat dan 272,24 Km2 luas lautan. Kecamatan yang wilayahnya relatif luas dibanding kecamatan lain adalah Kecamatan Penajam dan Kecamatan Sepaku, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah tersempit adalah Kecamatan Babulu.

 

 

 

 

 

 

NO.

Kecamatan

Luas (Km)

Letak

Daratan

Perairan

Long

Lat

1

Penajam

1.036,70

170,67

116°46'6.731"

1°15'27.231"

2

Waru

496,05

57,83

116°37'1.4"

1°23'24.309"

3

Babulu

355,71

43,74

116°27'38.232"

1°29'53.394"

4

Sepaku

1.172,36

-

116°49'22.581"

0°54'43.071"S

 

LUAS Km2

3.060,82

272,24

 

TOTAL

3.333,06

 

 

 

Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan karena tidak saja sebagai sasaran tetapi juga merupakan pelaku pembangunan. Sebagian besar penduduk Penajam merupakan penduduk pendatang dari Sulawesi, Jawa dan NTT. Jumlah penduduk Kabupaten Penajam Paser Utara pada Tahun 2018 sebesar 169.428 jiwa, tersebar di 4 kecamatan. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Penajam sebagai ibukota kabupaten dengan jumlah 80.811 jiwa, sedangkan penduduk paling sedikit di kecamatan waru sebanyak 18.804 jiwa, hal ini karena luas wilayah waru yang kecil dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Persebaran penduduk di Kabupaten Penajam Paser Utara masih terpusat di wilayah perkotaan di Kecamatan Penajam, Waru dan Babulu. Hal ini disebabkan karena wilayah-wilayah tersebut merupakan kantong-kantong transmigrasi dan dilalui jalan lintas selatan yang menghubungkan Kaltim dan Kalsel. Adanya jalan penghubung ini menyebabkan konsentrasi penduduk beserta kegiatan ekonominya terpusat di wilayah sepanjang jalan tersebut.

Selain pengaruh di atas, persebaran permukiman penduduk juga disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pada wilayah pesisir pantai atau sungai (muara), banyak permukiman penduduk yang tersebar membentuk desa/kelurahan yang terpisah dan umumnya bermata pencaharian mereka adalah sebagai nelayan.

Sementara untuk wilayah perkotaan. Penajam lebih banyak penduduknya karena kedekatannya dengan Kota Balikpapan yang dibatasi oleh bentang alam berupa teluk. Kedekatan jarak dan kemudahan dalam menjangkau sarana transnportasi menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk bermukim dan tinggal di wilayah ini.

Melihat tren yang ada, pertambahan jumlah penduduk suatu wilayah akan meningkat seiring dengan semakin banyak dan membaiknya berbagai prasarana dan sarana yang dibangun Pemerintah Daerah dan swasta, serta peningkatan pelayanan umum yang semakin membaik. Hal ini secara tidak langsung akan memobilisasi orang untuk datang dan menetap di wilayah ini.

Kondisi ini didukung pula dengan letak geografis yang sangat strategis dalam menampung berbagai limpasan kegiatan Kota Balikpapan dan semakin sempitnya wilayah pesisir di Kota Balikpapan khususnya di sepanjang teluk, sehingga alternatif paling rasional untuk pengembangan kegiatan ekonomi adalah wilayah Penajam yang berbatasan langung dengan Teluk Balikpapan. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan swasta yang membangun kegiatan usahanya di Wilayah Penajam dan secara tidak langsung menjadi daya tarik bagi pendatang untuk mencari penghidupan dari berbagai Multiplier Effect kegiatan hulu dan hilir yang berakibat meningkatnya kepadatan penduduk. Secara umum kepadatan penduduk di Kabupaten Penajam Paser Utara tahun 2018 mencapai 41 jiwa per km2 dan termasuk kategori kepadatan sangat jarang. Namun apabila dibandingkan dengan kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Timur yang hanya 16 jiwa per km2, maka kepadatan di Kabupaten Penajam masih tergolong tinggi. Kepadatan paling tinggi terakomulasi di Kecamatan Babulu mencapai 87 jiwa/km2.

Namun demikan berdasarkan distribusi kepadatannya, Kecamatan Waru merupakan kecamatan terpadat. Hal ini lebih disebabkan karena luas wilayah Kecamatan Waru yang lebih kecil dibandingkan dengan luas kecamatan lainnya.

 

b. Penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikanan yang tidak  memiliki

surat izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara.

           Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjek, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam artiannya terbatas atau sempit. Dalam arti luas proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum  dalam setiap hubungan hukum.

Penegakan hukum dibidang perikanan proses yang dapat dilakukannya upaya untuk tegaknya dan berfungsinya norma-norma hukum di bidang perikanan secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam penyelenggaraan perikanan.

Berdasarkan data dari 2014 sampai dengan tahun 2018 dari Dinas Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara terdapat 3.064 kapal nelayan yang ada di Kabupaten Penajam Paser Utara. Dari jumlah tersebut nelayan yang sudah mendaftarkan kapal berjumlah sekitar 453 kapal  sedangkan nelayan yang belum mendaftarkan kapalnya berjumlah sekitar 2.611 kapal. Yang tercatat di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Lomo Sabani, S.Pi selaku kepala Bidang Perizinan, Pada Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Penajam Paser Utara, tercatat bahwa para nelayan yang memiliki kapal perikanan tidak memiliki izin dan diharuskan kapal tersebut memiliki bukti kelengkapan kapal tersebut setidaknya dengan mendaftarkan kapal dan penandaan kapal tersebut dan seharusnya dilakukan tindakan preventif dan tindakan represif.

 

1. Penegakan Hukum secara Preventif

Salah satu penegakan hukum preventif adalah dengan cara pengawasan merupakan fungsi terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini sangat penting dan sangat menentukan pelaksanaan proses manajemen, karena harus dilakukan dengan sebaik baiknya. Pengawasan sangat berkaitan erat dengan fungsi perencanaan dalam proses manajemen dan keduanya merupakan hal yang saling mengisi karena, suatu pengawasan harus terlebih dahulu direncanakan, pengawasan baru dapat dilakukan jika ada rencana, kemudian pelaksanaan rencana akan berjalan baik apabila pengawasannya juga dilakukan dengan baik. Penegakan hukum preventif juga dapat diartikan yaitu tindakan yang dilakukan sebelum penyimpangan terjadi agar suatu tindakan pelanggaran dapat diredam atau dicegah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Lomo Sabani, S.Pi selaku kepala Bidang Perizinan, Pada Dinas Perikanan dan Kelautan  di Kabupaten Penajam Paser Utara tercatat bahwa sebagian para nelayan yang memiliki kapal perikanan tidak memiliki izin dan diharuskan kapal tersebut memiliki bukti kelengkapan kapal tersebut setidaknya dengan mendaftarkan kapalnya dan penandaan kapal tersebut. Upaya pencegahan yang dapat dilakuakan Dinas Kelautan dan Perikanan pada saat dilakukannya monitoring dan efaluasi terakhir kali di tahun 2017 pada bulan Maret terhadap nelayan yang tidak dapat menunjukan surat bukti kelengkapan kapal. Kemudian Dinas Kelautan dan Perikanan melakukan sosialisasi di seluruh Kecamatan Sekabupaten Penajam Paser Utara yaitu Kecamatan Penajam, Kecamatan Waru, Kecamatan Babulu, dan Kecamatan Sepaku yang terkait dengan surat izin kapal perikanan terhadap nelayan itu sendri, agar masyarakat  tersebut sadar betapa pentingnya suatu kelengkapan surat izin kapal tersebut.[15]

 

  1. Penegakan Hukum secara Represif

Penegakan hukum Represif yaitu suatu tindakan yang dilakukan pada saat pelanggaran terjadi. Kebijakan dalam menanggulangi tindak pidana dengan menggunakan hukum pidana atau Undang-Undang, yang menitikberatkan pada penumpasan tindak pidana sesudah tindak pidana itu terjadi. Yang dimaksud dengan upaya represif adalah terjadinya tindak pidana seperti penyidikan, lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakan putusan pidananya.

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan Ibu Lomo Sabani, S.Pi selaku kepala Bidang Perizinan, Pada Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Penajam Paser Utara, setelah melakukan kordinasi dari berbagai pihak selanjutnya pihak terkait dengan dinas perikanan sebagai salah satu yang mempunyai kewenangan dalam penegakan hukum, langsung turun kelapangan untuk menindak sebagian kapal yang tidak memiliki izin atau yang belum pernah mendaftarkan kapalnya dan penadaan kapal tersebut.

Adapun nelayan kecil permen kp Nomor 1 Tahun 2017 tentang surat laik operasi, mengikuti rezim Undang-Undang Perlindungan Nelayan yang pada Pasal 1 angka 14 menegaskan Nelayan kecil adalah nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang tidak menggunakan kapal penangkapan ikan berukuran paling besar 10 GT ( gros ton ). Rezim Undang-Undang perikanan mengklafikasikan nelayan kecil paling besar 10 GT serta diatur mengenai penghapusan biaya izin untuk nelayan kecil.

Berdasarkan presepsi mengenai nelayan kecil adalah jika ada kapal perikanan yang berukuran 5 sampai dengan 10 GT maka dapat pula di kategorikan sebagai nelayan kecil menurut Undang-Undang perlindungan Nelayan, nelayan tersebut wajib memiliki izin-izin untuk mengkap ikan berdasarkan Undang-Undang pemerintah daerah dengan kewenangan pemberian izin ada pada pemerintah provinsi tetapi tidak dikenakan biaya berdasarkan Undang-Undang perlindungan nelayan. Bila mana nelayan tersebut melakukan tindakan pidana menurut Undang-Undang perikanan, maka tidak dapat di ancam dengan Pasal 100B atau Pasal 100C yang ancaman pidananya lebih ringan karena tidak termasuk nelayan kecil menurut Undang-Undang perikanan yang merupakan salah satu instrument penegakan hukum di bidang perikanan.  Rekapitulasi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh dinas perikana terhadap kapal perikanan di bawah 10 GT pada tahun 2016, sebagi berikut :

 

 

 

 

 

 

Ukuran kapal

Jumlah kasus

Pelanggaran

Tindakan

Tanpa dokumen

Tidak sesuai dokumen

Pembinaan

Tindakan lain

Proses hukum

>  5 GT

4

3

1

4

-

-

6 –10 GT

2

1

1

3

-

-

 

Dari data yang di dapatkan dari Dinas yang terkait menunjukan ada total ada sekitar 6  kapal perikanan yang berukuran dibawah 10 GT pada tahun 2018 yang di tangkap. Dari 6 kapal perikanan tersebut ada 4 kapal dibawah 5 GT dilakukan pembinaan dan dari ukuran di bawah 10 GT ada 2 kapal perikanan yang di tangkap dan dilakukan pembinan.

Dari data diatas kapal yang berukuran dibawah 5GT, dilakukan pembinaan dan pencatatan atas pelanggaran yang dilakukan, serta diberikan teguran lisan atas pelanggaran yang dilakukan. Begitu juga sebaliknya kapal yang berukuran  6 – 10 GT, dilakukan pembinaan dengan memberikan himbauan untuk melengkapai dokumen-dokumen kapal yang sesuai dengan ketentuan. Serta diberi peringatan lisan sama halnya dengannya kapal dibawah 5 GT atas pelanggaran yang dilakukan nelayan tersebut.

Adapun Undang-undang yang mengatur dalam hal perizinan  perikanan ialah Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, di mana dalam Pasal 36 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Kapal perikanan milik orang Indonesia yang dioprasikan di wilayah pengolaan perikanan Republik Indonesia wajib didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan indonesia” dan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009  menyebutkan bahwa “Pendaftaran kapal perik anan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen yang berupa :

a. Bukti kepemilikan

b. Identitas pemilik

c. Surat ukur

 

2. Kelengkapan dan Jenis-jenis Surat-Surat Kapal

               Sertifikat kapal dan suratkapal harus dimiliki oleh sebuah kapal pertama sekali dimana saat kapal baru selesai dibangun atau baru dibeli. Tentu perlu diadakan surey untuk melengkapi data-data kapal yang diperlukan mengeluarkan sertfikat atau surat-surat kapal oleh instansi yang berwewenang dan sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku, setelah segala sesuatunya selesai, maka kapal yang bersangkutan diberikan Sertfikat kapal dan atau Surat-surat kapal antara lainsertifikat ukur kapal, surat tanda pendaftaran kapal, Flag Of Convenience, sertifikat garis muat kapal, sertifikat penumpang kapal, sertifikat dreating, dan surat kapal lainnya.

Adapun kelengkapan surat-surat yang harus dimiliki oleh nelayan yaitu :

a. Kartu Nelayan

Kartu nelayan diperuntukkan bagi nelayan warga negara Indonesia yang melakukan penangkapan ikan dengan kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (WPPRI). Pembuatan Kartu Tanda Anggota Nelayan (KTAN) tidak semata-mata sebagai kartu identitas sebagai nelayan, tetapi lebih merupakan inisiatif pemerintah melakukan langkah inisiasi menjadikan nelayan selaku pemangku kepentingan utama (primary stakeholder) sebagai mitra dalam proses pembangunan perikanan tangkap.

Kartu nelayan memiliki fungsi dan manfaat yakni mempermudah nelayan agar dapat mengikuti dan menerima program yang telah dibauat pemerintah. Seperti misalnya referensi pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dari Pemerintah. Referensi Pembuatan Jaminan Kesehatan, Referensi Sertifikasi Hak atas Tanah, dan masih banyak manfaat lainya.

Katu nelayan dibuat pemerintah karena selama ini para nelayan sangat susah mendapatkan pelayanan seperti terbatasnya sarana prasarana penangkapan ikan, pekerjaan yang memiliki resiko sangat tinggi sehingga membutuhkan pelindungan, pembinaan dan pengembangan dan masih banyak lagi. Sehingga dengan terdatanya nelayan Indonesia melalui kartu nelayan, masyaarakat dapat dengan mudah memperoleh pembinaan dan bantuan dari pemerintah. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara terdapat 4.022 masyarakat nelayan yang ada di Kabupaten Penajam Paser Utara. Dari jumlah tersebut nelayan yang sudah memiliki kartu nelayan berjumlah sekitar 2.560 orang sedangkan nelayan yang belum terdata atau belum memiliki kartu nelayan berjumlah sekitar 1.462 orang. Nelayan yang belum memiliki kartu nelayan di Kabupaten Penajam Paser Utara masih terbilang banyak, sedangkan syarat untuk memiliki kartu nelayan cukup mudah yaitu ketika masyarakat nelayan datang untuk mendaftarkan dirinya agar mendapatkan kartu tersebut akan langsung dibantu oleh petugas Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Penajam Paser Utara. Adapun prosedur penerbitan kartu nelayan tersebut adalah sebagai berikut ;

(pertama), masyarakat mendatangi kantor Dinas Perikanan (Kab. Penajam Paser Utara) ;

(Kedua), Petugas akan menyerahkan formulir permohonan kartu nelayan kepada nelayan dan selanjutnya nelayan mengisi formulir sesuai dengan indentitas KTP ;

(Ketiga), Formulir yang telah diisi selanjutnya diserahakan kepada petugas dengan melampirkan foto copi KTP, setelah semua telah di lengkapi dan di setujui oleh Kepala Dinas Perikanan baru kemudian dilakukan pencetakan kartu nelayan tersebut serta menyerahkannya kepada masyarakat yang memohon.

Selain kartu nelayan yang harus dimiliki oleh para nelayan, surat-surat izin kapal juga harus dimiliki oleh para nelayan sebagai syarat izin beroprasi kapal nelayan tersebut, yaitu sebagai berikut :

b. Surat Ukur Kapal atau Certificate of Tonnage and Measurement

Surat ukur kapal atau Certificate of Tonnage and Measurement adalah suatu sertifikat kapal yang diberikan setelah diadakan pengukuran terhadap kapal oleh juru ukur dan instansi pemerintah yang berwenang, yang merupakan sertifikat pengesahan dan ukuran-ukuran dan tonase kapal menurut ketentuan yang berlaku. Pasal 347-352 KUHD serta pasal 45 Undang-undang Nomor 21 tahun 1992 mengatur tentang Surat Ukur.Setelah diadakan pengukuran kepada kapal diberikan Surat Ukur Kapal. Isi dari sebuah Surat Ukur kapal itu antara lain, Nama Kapal, Tanda Selar (Nomor Registerresmi kapal), Tempat asal kapal, Jumlah dek, jumlah tiang, dasae berganda, tangki ballast kapal, Ukuran Tonnage, Volome dan lainnya.

Surat Ukur kapal tidak berlaku lagi atau tidak mempunyai masa berlaku lagi apabila kapal tidak berganti nama, tidak berubah konstruksi, tidak tenggelam, tidak terbakar, musnah dan sejenisnya. Juru ukur dari instansi pemerintah yang berwenang, biasanya dari pegawai di lingkungan Dirjen Perhubungan Laut, dan hanya kapal-kapal yang besarnya 20 m3 keatas yang wajib memperoleh Surat Ukur.

  1. Surat Tanda Pendaftaran Kapal

Surat Tanda Pendaftaran Kapal adalah suatu dokumen yang menyatakan bahwa kapal telah dicatat dalam register kapal-kapal, yaitu setelah memperoleh Surat Ukur, dimana tujuan dari Pendaftaran kapal ini adalah untuk memperoleh Bukti Kebangsaan Kapal. Maksud dan tujuan Pendaftaran kapal ialah untuk mendapatkan Tanda Kebangsaan dan Surat Laut atau Surat Pas Kapal. Kapal yang belum didaftarkan dalam register kapal tidak mungkin mendapat suatu bukti kebangsaan. Tanda bukti kebangsaan berupa Surat laut atau Pas Kapal itu penting karena dengan mengibarkan bendera kebangsaan dapat diketahui kebangsaan dari kapal yang bersangkutan.

2. Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI)

Surat Izin Penangkapan Ikan ( SIPI ) adalah surat izin yang harus dimiliki setiap kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan kegiatan penangkapan ikan diperairan Indonesia dan atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia  ( ZEEI ) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IUP yang selanjutnya disebut SPI. Masa berlaku SIPI selama 3 tahun.Surat Izin Penangkapan Ikan ( SIPI ) tidak diperlukan bagi :

  1. Penangkapan ikan dengan mempergunakan kapal perikanan tidak bermotor.
  2. Penangkapan ikan dengan mempergunakan kapal perikanan bermotor dalam ( inboard ) dan motor luar (outboard) yang berbobot kurang dari 5 GT dan atau dengan kekuatan mesin tidak lebih dari 10 PK dan berbobot lebih dari 10 GT dan atau dengan berkekuatan lebih dari 30 PK.

3. Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI)

Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) adalah surat izin yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan kegiatan pengangkutan ikan dari pelabuhan ke pelabuhan di wilayah Republik Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di negara tujuan. SIKPI untuk kapal perikanan yang berbendera Indonesia berlaku selama 3 (tiga) tahun, bagi  kapal perikanan berbendera asing berlaku selama 1 (satu) tahun, dan untuk kapal perikanan yang digunakan oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan masa berlaku selama 1 (satu) tahun

Dalam SIKPI kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing paling kurang memuat :

  1. lokasi pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan
  2. perusahaan dan armada penangkap ikan yang didukung pengangkutannya;
  3. nakhoda dan Anak Buah Kapal
  4. identitas kapal

4. Bukti Pencatatan Kapal (BPK)

Bukti pencatatan kapal adalah surat keterangan yang harus dimiliki nelayan kecil untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang mengunakan 1 (satu) kapal berukuran 5 (lima) Gross Tonage (GT) untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

  1. Izin

Suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang- Undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Selain itu izin juga dapat juga diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.  

 

 

F. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan dan hasil penelitian diatas, penulisan menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikanan yang tidak memiliki surat izin kapal di Kabupaten Penajam Paser Utara dilakukan tindakan preventif dan tindakan represif yaitu:

  1. Penegakan hukum secara preventif

Upaya pencegahan yang dapat dilakuakan Dinas Perikanan pada saat dilakukan monitoring dan efaluasi terhadap nelayan yang tidak dapat menunjukan surat bukti kelengkapan kapal, kemudian Dinas Perikanan melakukan sosialisasi yang terkait dengan surat izin kapal perikanan terhadap nelayan itu sendri, agar masyarakat  tersebut sadar betapa pentingnya suatu kelengkapan surat izin kapal tersebut. Monitoring dan evaluasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dilakukan selama periode tertentu, khususnya nelayan-nelayan yang belum memiliki surat izin kapal.

Hasil wawancara kepada Bidang Perizinan dengan Ibu Lomo Sabani,S.Pi. Pada Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Penajam Paser Utara tercatat bahwa sebagian para nelayan yang memiliki kapal perikanan tidak memiliki izin dan diharuskan kapal tersebut memiliki bukti kelengkapan kapal tersebut setidaknya dengan mendaftarkan kapalnya dan penandaan kapal tersebut.

b. Penegakan Hukum secara Represif

tindakan yang dilakukan pada saat pelanggaran terjadi. Kebijakan  Pada Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Penajam Paser Utara, setelah melakukan kordinasi dari berbagai pihak sebagai preventifnya yang selanjutnya pihak terkait dengan dinas perikanan sebagai salah satu yang mempunyai kewenangan dalam penegakan hukum, langsung turun kelapangan untuk menindak sebagian kapal yang tidak memiliki izin atau yang belum pernah mendaftarkan kapalnya dan penandaan kapal tersebut. Dari hasil wawancara dengan Aris Tengke Arung,S.Pi  yang sudah ditangani bawasanya masyarakat nelayan yang melakukan pelanggaran dapat dilakukan dengan pembinaan dan pencatatan atas pelanggaran yang dilakukan serta di berikan teguran lisan atas pelanggaran yang dilakukan nelayan tersebut.

 

G. Saran

  1. Pemerintah terkait terus melakukan upaya utama dalam penegakan hukum terhadap pemilik kapal perikanan yang tidak memiliki surat ijin kapal di kabupaten penajam paser utara, dapat teratasi apa bila sosialisasi yang di berikan oleh dinas perikanan memiliki pendekatan dan pengarahan yang baik kepada masyarakat nelayan kabupaten penajam paser utara yang dikemas dalam bentuk pertemuan yang bersifat kekeluargaan sehingga mampu meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya suatu kelengapan izin tersebut.
  2. Dengan adanya surat izin kapal bagi masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara, masyarakat akan lebih mudah melakukan aktifitas di laut baik untuk mencari ikan ataupun menggunakan kapal tersebut sebagai angkutan hasil para nelayan.

 

 

H. DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

 

Bernard L. Tanya. 2001.Penagakan Hukum dalam Terang Etika. Genta                   Publising. Yogyakarta.

 

Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Raisal Mutaqien, Teori Hukum Murni Nuansa Dan Nusa Media, 2006. Bandung.

 

Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Sumardi,Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Deskriptif Empirik, 2007. Jakarta, BEE Media Indonesia.

 

Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, 2006. Jakarta, Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi.

 

Purbacaraka, Perihal Kaedah Hukum, 2010, Bandung :Citra Aditya.

 

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, 2006, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

 

Satjipto Raharjo. 2005.Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis . SinarBaru.Bandung.

 

Soerjono Soekanto.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum,2004 Cetakan Kelima.Jakarta : Raja Grafindo Persada.

 

2. WEB

 

http//pidana-bams.blogspot.co.id diakses pada tanggal 30 november 2018.

 

http://bappedappu.blogspot.com/2012/03/pendahuluan.html, diakses pada tanggal 30  november 2018.

 

http://perikanan38.blogspot.com/2017/09/definisi-nelayan.html, diakses pada tanggal 01 desember 2018.

 

3. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

 

Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

 

Data statistik dari dinas perikanan tahun 2018.

 

 

 


[1]http//pidana-bams.blogspot.co.id diakses pada tanggal 30 november 2018.

[2]http://bappedappu.blogspot.com/2012/03/pendahuluan.html, diakses pada tanggal 30  november 2018.

[3] Data statistik dari dinas perikanan tahun 2018

[4]Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan

[5]Bernard L. Tanya. 2001.Penagakan Hukum dalam Terang Etika. Genta Publising.

Yogyakarta.Hal. 35

[6]Satjipto Raharjo. 2005.Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis . Sinar

Baru.Bandung. Hal. 24

[7] Soerjono Soekanto.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum,2004 Cetakan Kelima.Jakarta : Raja Grafindo Persada hlm.42

[8]Purbacaraka, Perihal Kaedah Hukum, 2010, Bandung :Citra Aditya, hlm. 37

[9]Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, 2006. Jakarta, Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi, Hlm. 63

[10]Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, 2006, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, Hlm. 335-337

[11]Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Sumardi,Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Deskriptif Empirik, 2007. Jakarta, BEE Media Indonesia, hlm. 81

[12]Ibid, hlm. 83

[13]Hans Kelsen, sebagaimana diterjemahkan oleh Raisal Mutaqien, Teori Hukum Murni Nuansa Dan Nusa Media, 2006. Bandung, hlm. 140

[14]http://perikanan38.blogspot.com/2017/09/definisi-nelayan.html, diakses pada tanggal 01 desember 2018

[15] Wawacara dengan Ibu Lomo Sabani,S.Pi kepala bidang perizinan Tanggal 13 Mei 2019 di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Penajam Paser Utara

Teks Lengkap:

PDF

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.